02 | Child Killer [END]
🔞WARNING🔞
Cerita ini mengandung unsur kekerasan, adegan dewasa, homoseksual, harsh & disguisting words, pembunuhan, dan lain sejenisnya yang tidak pantas untuk ditiru. Tidak disarankan untuk pembaca di bawah 18 tahun dan fobia badut.
[pythagoras]
.
.
.
.
"Aku lelah. Aku kedinginan. Tolong hangatkan tubuhku, Lui." Nadanya memohon saat Luigi mencoba melepas pelukannya.
"Bersihkan dirimu terlebih dulu, Mario."
Tak ada respon dari Mario dan masih memeluknya. Wajahnya yang tersembunyi dalam ceruk leher Luigi membuat Luigi merasa terheran. Luigi bisa mendengar deru nafas memburu dan panas di lehernya, seolah Mario baru saja melakukan lari maraton.
"Aku bilang untuk berhenti merokok."
Suara tegas Mario membuat Luigi sedikit menegang. Apa karena mereka terlalu dekat sampai Mario bisa mencium bau rokok darinya. Luigi telah mengantisipasi hal itu sebelumnya dengan memakan permen di perjalanan pulang.
"Aku tidak—"
"Jangan berbohong padaku, Luigi. Kau bukan orang yang pandai berbohong. Aku melihatmu dengan badut kelinci itu. Kenapa merokok?" Wajah Mario terangkat tepat menatap kedua iris Luigi.
Melihat tak akan ada jawaban yang keluar dari bibir pria di depannya. Mario mencondongkan tubuhnya membuat bibir mereka menyatu. Hanya sebuah ciuman singkat sebelum Mario menarik Luigi kearah sofa. Duduk disana dengan Luigi di atas pangkuannya saling berhadapan.
"Jauhi badut kelinci itu. Aku tidak menyukainya. Dia terlalu banyak menyentuhmu."
Mulut Luigi terbuka untuk menjawab sebelum terhenti begitu Mario menarik resleting kostum badutnya. Tangan dingin Mario menjelajahi tubuhnya dan berhenti di punggung belakangnya. Begitu dingin hingga membuat Luigi sedikit merinding. Perlahan tangan tersebut turun menyentuh tempat di antara pantatnya. Luigi segera sadar apa yang ingin dilakukan Mario.
"Sebaiknya kita membersihkan diri dulu. Baru melanjutkannya." Luigi memberi saran dan tentu tak dituruti oleh Mario. Ia bisa merasakan bagian tubuh Mario yang menegang di bawahnya.
"Jika aku mandi sekarang, aku hanya akan semakin kedinginan. Aku butuh kehangatan setelah pekerjaan yang melelahkan itu." Mata Mario melirik sekilas pada box biru di meja.
Dengan gerakan cepat, Mario melucuti kostum badut dan celana pendek yang Luigi kenakan. Menyisakan sebuah kaos tanpa lengan menjadi satu-satunya yang menempel pada tubuh Luigi. Ia membuang wig warna-warni Luigi, mengusap sejenak rambut bermandikan keringat yang lumayan panjang itu. Jemarinya lantas turun pada riasan Luigi yang perlahan luntur dan berhenti di atas bibir merah itu.
"Setidaknya biarkan aku membasuh muka."
"Tidak."
Luigi mengernyit, sedikit melengkungkan tubuhnya begitu satu jari Mario menembus lubang belakangnya. Tanpa sadar ia mencengkeram bahu Mario menyalurkan rasa sakitnya karena dilebarkan begitu saja.
"Berapa lama kita tidak berhubungan seks? Kenapa sangat ketat dibelakang sini, hm?" Mario tersenyum menggoda menatap Luigi yang mengigit bibirnya sendiri.
"A-aku tidak—ahh!" Luigi spontan memekik begitu Mario menambah jarinya. "T-tolong gunakan pelumas. Itu—sa-sakit!"
Mario menyeringai. Ia memasukkan jari tangannya yang lain ke mulut Luigi, bermain-main dengan lidah hangat disana sebelum memakainya sebagai pelumas. Kini jarinya dengan mudah meluncur masuk di lubang belakang Luigi dan melebarkannya sebelum benda yang lebih besar masuk.
"Sialan!" umpat Luigi. Jika riasannya tak ada, Mario akan dengan jelas melihat wajah itu memerah.
"Tubuhmu hangat Lui. Aku menyukainya. Baumu juga."
Orang aneh.
Mario itu aneh.
Orang lain mungkin akan langsung muntah karena jelas Luigi dipenuhi keringat setelah seharian bekerja dengan kostum badut. Tapi lain dengan Mario yang seakan menganggap bau keringat Luigi sebagai bau yang paling wangi.
"Kau tau? Baumu sangat manis."
Mario menjulurkan lidahnya menjilat permukaan leher putih Luigi yang berkilau karena keringat dan meninggalkan satu tanda disana. Satu tangannya bergerak memegang pinggang ramping yang begitu pas ditangannya. Merayap keatas menelusuri kulit lembut tersebut sebelum berhenti pada puting yang sudah tegang. Ia memainkannya dengan lincah membuat Luigi menggeram rendah. Mario selalu tau titik sensitif Luigi dimanapun itu.
"Aku sedikit melakukan kesalahan hari ini. Itu membuatku kesal. Mereka mungkin akan memotong penghasilan kita." Mario memasang wajah muram. Tangannya berhenti bermain di puting dan bagian belakang Luigi. Mulai menarik resleting celananya sendiri untuk mengeluarkan benda yang sudah keras sejak tadi. Luigi jelas tau mereka akan mulai ke inti permainan.
"Apa yang salah?" Luigi bertanya.
Mario menatap mata Luigi yang lebih tinggi dipangkuannya, membiarkan kejantanannya berdiri menantang di antara mereka berdua untuk sesaat dan bergesekan dengan milik Luigi.
"Aku tak sengaja membuat satu bola matanya meletus saat mengeluarkannya. Itu merugikan kita."
Luigi terdiam untuk sesaat. Ia tau apa yang dipikirkan Mario sekarang. Jika satu bagian yang diminta tak ada, mereka jelas akan sangat marah dan membuatnya menjadi masalah bagi keduanya. Luigi membelai lembut bekas luka di mata kiri Mario mencoba menenangkan dan mengecupnya. Mario menikmati sentuhan itu dengan sangat baik.
"Biarkan aku yang mengantar box itu pada mereka dan menjelaskannya nanti. Mereka mungkin akan mengerti jika aku yang—" Perkataan Luigi dipotong dengan cepat oleh Mario.
"Tidak. Aku tidak akan membiarkanmu melakukan itu. Mereka adalah sekumpulan orang cabul. Aku tidak ingin mereka sampai menyentuhmu seperti terakhir kali. Tangan mereka terlalu kotor untuk milikku yang berharga."
Mario mengangkat sedikit tubuh Luigi hingga condong kearahnya. Memposisikan kejantanannya pada lubang yang telah dipersiapkan sebelumnya. Perlahan mendorong pantat Luigi untuk turun hingga pucuk kepalanya masuk. Terdengar geraman rendah dari Luigi, serta tangan yang memeluk lehernya semakin erat. Satu sentakan berikutnya dan membuat seluruh batang kejantanannya tertelan sempurna pada rongga hangat yang masih begitu ketat. Mario dengan perhatian mengusap punggung Luigi yang langsung tegang karena tindakannya itu.
"Kau hanya milikku, Lui. Tidak ada yang boleh menyentuhmu seinchipun jika tak ingin kulit mereka terlepas dari tubuhnya. Satu peringatan juga untuk badut kelinci bodoh itu." Mario berbisik di samping telinga Luigi yang memeluknya. "Hanya aku yang boleh menyentuhmu, menciummu, dan menggunakan lubangmu."
Mario kembali menyentak tubuh Luigi. Mengangkat dan menurunkan pantat yang menelan miliknya dengan gerakan cepat dan konstan. Sekarang bukan lagi geraman rendah yang terdengar. Suara rintihan dan desahan mengalun tinggi seirama dengan kulit yang beradu. Mario berhenti sejenak untuk menarik Luigi dari pelukannya. Menatap bagaimana ekspresi yang dipasang oleh Luigi dengan mulut yang terbuka dan nafas terengah. Ia mencoba membersihkan riasan tebal tersisa dengan jarinya.
Sangat menggoda.
Mario menyentak sekali lagi dan membuat jeritan Luigi sedikit berbeda dari sebelumnya. Sepertinya telah tepat sasaran mengenai prostatnya. Ia tersenyum melihat bagaimana ujung kemaluan Luigi mengeluarkan sedikit cairan bersiap akan tumpah.
"Apakah nikmat?"
Telinga Luigi yang berdengung karena semua yang diterimannya membuatnya tak fokus. Tapi ia tetap membalas. "Y-yah, sangat n-nikmat."
"Dibagian mana yang terasa nikmat?"
Luigi menunduk membuat Mario mengikuti arah pandangnya. Luigi dengan tangan gemetarnya menyentuh perut bagian bawahnya yang sedikit menonjol tepat dimana milik Mario berada. "Di—disini..."
Senyum Mario berubah menjadi seringaian nafsu. Matanya berkilat penuh melihat Luigi dengan polosnya memberitahukan hal itu. Ia kembali bergerak menaik turunkan tubuh di atasnya. Mulutnya tak tinggal diam memberikan gigitan dan tanda cinta pada seluruh permukaan leher dan tulang selangka Luigi. Candunya yang benar-benar membuatnya ketagihan. Satu-satunya yang mampu menghilangkan segala rasa lelah dan mengembalikan perasaannya menjadi bersemangat.
"Luigi, aku mencintaimu," desisnya dengan nada merengek.
Tangan Mario mengepal di sekitar kejantanan Luigi dan menutup ujung basah itu dengan ibu jarinya. Luigi yang dekat dengan pelepasannya sontak memekik kesal. Sedikit lagi ia mencapai puncak kenikmatannya tapi Mario menghalangi.
"Lepaskan, Mario! Biarkan aku—ugh keluar."
Mario merengut menatap wajah Luigi yang tersiksa karena perbuatannya. "Aku belum mendengar balasannya."
"Balasan a-apa? Hahh." Luigi menatap tak mengerti. Kesal karena merasakan kejantanannya berdenyut.
"Aku mencintaimu."
Sial. Mario dan tingkahnya.
Luigi mencoba mengatur nafasnya. Dadanya naik turun dengan debar jantung yang menggila karena panas tubuhnya meningkat. Ia mengalungkan tangannya di bahu Mario dan memfokuskan pandangannya pada kedua iris kelam itu. Menyatukan dahinya dengan dahi Mario.
"Aku mencintaimu lebih dari milikmu," ucapnya dengan suara serak lirih.
Binar kegembiraan terlihat jelas memenuhi mata Mario. Ia langsung menyerang bibir Luigi dengan bibirnya. Menggerakkan kembali miliknya menghantam titik nikmat Luigi tanpa melepaskan tangannya di tempat sebelumnya. Mario mempertahankan ritmenya untuk beberapa saat hingga akhirnya pelepasannya dekat.
Luigi menengadah, menjauhkan wajahnya dari Mario. Kedua tangannya ia biarkan bertumpu pada lutut Mario di belakang. Ia telah mencapai batasnya dan saat itu juga Mario melepas kemaluannya yang langsung memuntahkan air mani hingga mengotori pakaian depan mereka dan wajah Mario. Luigi yang dipenuhi kenikmatan tanpa sadar mengetatkan lubangnya. Mencengeram erat batang kejantanan Mario yang membengkak di dalamnya. Dan rasa hangat beberapa saat kemudian memenuhi perutnya, mengalir keluar dari sela-sela lubangnya saat tak mampu menampung seluruh air mani milik Mario.
Mario dengan sigap menahan tubuh Luigi yang tiba-tiba melemas. Ia memeluknya, membenamkan seluruh wajahnya yang memerah di dada Luigi yang naik turun mengatur nafas.
"Ini menyenangkan, Lui. Aku menyukainya. Lagi... aku ingin melakukannya lagi. Denganmu, ayo lakukan lagi." Mario merancau tanpa sadar.
"Sebelum itu, aku ingin memastikan. Apa kau membuang tubuhnya di tempat yang aman?" tanya Luigi begitu ia bisa menguasai nafasnya kembali.
"Ya, aku membuangnya seperti biasa di tempat sampah." Mario berkata meyakinkan. Ia kini saling menatap dengan Luigi. Tangannya tergerak mengusap keringat yang membasahi wajah Luigi. "Tempat sampah yang jauh dari taman hiburan itu."
"Tidak ada yang mencurigakan atau mengikutimu 'kan? Orang tua anak itu misalnya." Luigi memastikan lagi dihadiahi ciuman lembut pada bibirnya.
"Tenang saja, semua dilakukan oleh ahlinya. Apa kau takut aku tertangkap? Kau pasti takut aku meninggalkanmu. Aku berjanji akan hati-hati dan tidak akan pernah meninggalkanmu, Lui. Karena aku sangat mencintaimu." Mario kembali memeluk erat sambil tersenyum riang.
Itu benar. Luigi takut Mario tertangkap karena apa yang telah dia lakukan. Luigi takut Mario meninggalkannya. Mario adalah satu-satunya yang Luigi miliki di dunia ini. Satu-satunya yang menyayanginya dengan tulus dan rela melakukan apapun untuknya. Dunianya adalah Mario, begitupun sebaliknya.
"Sekarang giliran aku bertanya. Kenapa kau membiarkan anak itu kembali ke orang tuanya tadi?"
Tangan Luigi terulur membelai rambut belakang Mario. Ada sedikit noda darah disana, tapi tak ditemukan luka di kulit kepala Mario. "Aku berniat membawanya ke ruang ganti sebelumnya. Tapi di pertengahan jalan orang tua anak itu tiba-tiba muncul. Maaf aku menyulitkanmu, Mario."
"Bukan salahmu, tak perlu meminta maaf. Jika bukan karena anak itu yang tiba-tiba pergi sendiri untuk mencarimu, aku mungkin tak bisa mendapatkannya malam ini. Anak itu terlalu mudah dibujuk saat aku berkata akan membawanya pada kakak badut yang memberinya permen." Mario tersenyum hingga memperlihatkan deretan giginya yang rapi pada Luigi. "Keberuntungan selalu dipihak kita."
"Ya, itu benar. Seperti aku yang beruntung memilikimu disisiku," balas Luigi mengulas senyum kecil.
Hal itu memicu jantung Mario yang berdebar secara brutal. Luigi yang sangat jarang tersenyum dan sekalinya tersenyum adalah sebuah keindahan yang tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Dilain sisi, Luigi bisa merasakan milik Mario yang kembali membengkak didalamnya. Secepat itu terangsang lagi?
"Mario?" Luigi bergerak tak nyaman. Berniat melepas penyatuan mereka, tapi Mario menahan pinggangnya. "Bisakah kita mandi dulu? Ini benar-benar membuatku tidak nyaman."
"Tapi aku ingin lagi." Mario melancarkan tatapan andalannya seperti anak anjing yang minta dipungut.
Luigi menggeram rendah menghindari tatapan Mario. Ia benar-benar tak nyaman dengan kondisi mereka berdua saat ini. Keringat lepek dan bau darah dari Mario yang bercampur menjadi satu dengan aroma seks membuatnya mual. Tapi semua itu seolah tak mengganggu Mario sama sekali.
"Biarkan aku mandi, Mario!"
"Tidak boleh." Mario mengeratkan pelukannya.
"Mario! Seluruh tubuhku bau dan kotor. Aku benci bau darah itu. Aku ingin mandi," ujar Luigi sedikit berteriak. Mario merengut mengendurkan pelukannya. Pertahanan Luigi akhirnya runtuh menatap wajah murung tersebut. "Kita bisa melanjutkan setelah mandi, oke?"
Mario berubah dengan cepat. Senyumnya kembali merekah seakan bisa merobek bibirnya karena terlalu lebar. "Setuju. Biarkan aku memandikanmu, Lui. Aku akan memandikanmu sampai wangi."
Tanpa menunggu persetujuan Luigi, ia mengangkatnya berdiri membuat kejantanannya masuk lebih dalam. Luigi memekik singkat. Mario lantas membawa Luigi menuju kamar mandi tanpa melepaskan penyatuan mereka. Berbeda dengan Mario yang dipenuhi senyum riang, Luigi menahan erangannya setiap kali Mario melangkah dan benda di dalamnya menumbuk prostatnya.
Luigi bangun dengan tubuh tertelungkup di atas ranjang. Sebuah selimut menutupi seluruh tubuhnya kecuali kepala. Ia melirik sekilas kearah jam di meja samping menunjukkan pukul enam pagi. Luigi tak bisa menggerakkan tubuhnya, semuanya mati rasa, berdenyut dan ngilu disetiap sisinya. Terutama bagian pantat dan lubangnya.
Ingatan semalam segera memasuki otaknya. Bagaimana Mario yang kembali menghajar lubangnya di kamar mandi. Menghabiskan waktu mandi yang seharusnya tak lebih dari duapuluh menit menjadi satu jam. Seolah tak puas dengan itu, Mario melanjutkannya di ranjang membuat acara mandi mereka sia-sia.
Luigi tak bisa mengingat jelas bagaimana aktifitas panas mereka berakhir. Ia mungkin tumbang dipertengahan, tertidur atau bahkan pingsan karena kelelahan saat Mario masih bersemangat tanpa kenal kata lelah.
"Bajingan sialan. Ssshh..." Luigi mendesis begitu mampu mempertahankan tubuhnya untuk berdiri, bertumpu pada meja.
Tubuhnya telanjang, penuh dengan tanda cinta Mario dimana-mana. Paling menonjol ada dibagian paha dalam dan beberapa di dadanya memerah hampir keunguan kontras dengan kulit putihnya. Ia yakin seratus persen akan menemukan lebih banyak di lehernya saat berkaca. Dengan langkah pelan, Luigi mencoba menggapai kamar mandi untuk menghilangkan rasa lengket di sekujur tubuh. Lagi-lagi umpatan lolos dari bibirnya yang bengkak begitu merasakan sesuatu mengalir dari sela pahanya.
Bajingan kelebihan hormon itu. Mario sialan.
Ia bernafas lega begitu berhasil mencapai kamar mandi. Tak butuh berpikir lama untuk segera membersihkan diri dari segala macam lengket yang membuatnya tak nyaman.
Butuh sekitar tiga puluh menit sebelum Luigi keluar dengan kondisi yang lebih segar. Kaos abu-abu dan celana pendek menutupi tubuhnya dengan sebuah handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Luigi menuju dapur untuk mengambil minum dan sedikit cemilan untuk mengisi perutnya. Ia lapar karena tak sempat makan semalam.
Tepat di depan kulkas, ia menemukan sebuah catatan kecil yang dipastikan dari Mario.
'Aku akan kembali besok siang. Ada beberapa minuman penambah energi di kulkas dan roti panggang di atas meja. Aku mungkin melukaimu semalam tanpa sadar, jadi pastikan memakai salep yang telah kubeli dari apotek di atas kulkas. Semoga tidurmu nyenyak, Lui. Aku mencintaimu.' –Mario.
Luigi membuka kulkas dan benar saja ada minuman penambah energi disana. Ia mengambilnya satu dengan air mineral. Ia melirik ke atas kulkas, bungkusan plastik apotek ada disana tapi Luigi memilih mengabaikannya. Meskipun sering bersikap kasar setiap mereka berhubungan seks, Mario akan selalu peduli dengannya setelah itu. Memperlakukannya dengan sangat baik seperti ini.
Luigi beralih mengambil roti panggang yang Mario bilang di atas meja. Roti itu sedikit gosong tapi tetap ia masukkan ke dalam mulut. Luigi membawa semuanya ke ruang tengah untuk ia nikmati disana sambil menonton televisi. Ia menyalakan televisi dan mulai menikmati sarapan paginya. Ingin menghabiskan hari ini untuk bermalas-malasan berhubung hari ini libur, sambil menunggu Mario pulang dari mengantar box biru semalam. Semoga saja Mario tidak mendapat masalah karena barangnya kurang satu. Luigi masih tetap mengunyah pelan rotinya dengan sesekali meminum minumannya saat televisi menampilkan berita terbaru.
"Untuk kesekian kalinya pembunuhan terjadi di kota. Baru sekitar satu jam yang lalu telah ditemukan mayat seorang gadis kecil di antara tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir. Gadis kecil berkuncir dua tersebut ditemukan dalam keadaan mengenaskan dengan pakaian yang telah tergunting."
Luigi menghentikan kunyahannya untuk sesaat. Menyimak berita itu dengan seksama. Bagaimana pembawa berita menjelaskan dan potret mayat yang dimaksud dimuat dalam layar tapi disensor.
"Seperti kasus-kasus sebelumnya. Kedua bola mata gadis tersebut menghilang dan diyakini begitu pula dengan organ dalamnya. Polisi meyakini bahwa pembunuh tersebut adalah orang yang sama yang selama ini mereka cari melihat bagaimana cara pembunuh itu kembali menjahit tubuh korbannya dengan sangat rapi. Si psiko 'Child Killer'. Di lain sisi polisi tak ditemukan adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku pembunuhan. Dan bisa dipastikan bahwa motif dari pembunuhan ini adalah untuk perdagangan organ secara ilegal."
Selamat! Kalian telah sampai di pintu keluar, yeay~
Ini hadiahnya o(* ̄▽ ̄*)ブ
Bye byeee~
Jangan bosan-bosan disini meskipun authornya suka ilang-ilangan~
Bạn đang đọc truyện trên: TruyenTop.Vip