:: Yoo Cheonsa ::
Malam ini aku disibukkan dengan persiapan pernikahan kakakku. Hubungan lima tahun mereka berjalan sangat mulus. Menyebalkan.
"Sayang, sudahkah kau memilih desain undangannya?"
Aku menoleh ketika Hanna Oenni berbicara sambil melepaskan celemek di tubuhnya. Tapi sebuah tangan kekar melingkari pinggangnya dan membuat gadis itu menoleh.
"Sudah, aku pilih yang simpel dan manis. Kau pasti suka." Suara berat kakakku menelisik gendang telinga tunangannnya itu, juga tentunya menusuk gendang telingaku.
Aish, pasangan itu membuatku meringis.
"Oenni, kau beri dia apa sampai bisa menjadi laki-laki manis seperti ini?" Aku memutar bola mataku. Bisa kulihat kakakku tertawa mengejek ke arahku.
"Cepat hubungi Ayah, Cheonsa. Kita akan makan malam besar." Kini kakakku melepaskan pelukannya dan berjalan ke arahku. Sebelumnya ia sempat mengacak rambut kekasihnya dengan lembut.
Ya Tuhan dia sangat berbeda dari sebelumnya. Kenapa dia sangat manis tapi sangat jahat kepadaku? Dia sudah dibuat gila oleh cinta. Mungkin sedikit hiburan seharusnya ada malam ini.
"Berhenti bersikap manis, Oppa. Memangnya aku tidak lupa dengan Taerin Oenni yang kau ceritakan itu? Kau sampai rela datang ke rumahnya malam-malam karena dia sakit. Lalu sekarang kau bertingkah seolah kau laki-laki paling manis sedunia." Aku menarik selimut di bawah sofa, menutupi tubuhku sampai leher. Aku tertawa dalam hati ketika Hanna Oenni menatap kakakku penuh tuntutan. Ohiya aku suka tertidur di sofa jadi aku selalu menyiapkan selimut di bawah kakiku.
"A-apa maksudmu? Taerin siapa? Kau, babi kecil jangan mencoba merusak hubunganku. Kalaupun iya itu hanya masa lalu."
Aku menjulurkan lidahku lalu segera mengambil ponsel untuk menelepon Ayah. Menghindari amukan dan biarkan mereka ribut malam ini sampai Ayah datang.
"Oh aku tahu, wanita yang waktu itu bersamamu saat kita sempat putus kan? Oh jadi apa maksudnya semua ini?"
Ah benar, mereka pernah putus. Kenapa aku dan Taehyung tidak bisa kembali seperti mereka ya? Eh pikiran macam apa itu? Aku sudah menjadi milik Jimin.
"Tidak, ya Tuhan. Kupikir kau sudah melupakan satu ceritaku lagi. Bukankah aku pernah bilang kalau Taerin bukan siapa-siapa?"
"Benar kan? Taerin memang ada. Tadi kau bilang kau tidak mengenalnya. Sekarang kau menjelaskan dia bukan siapa-siapa?"
Ah drama ini lebih menyenangkan dari drama di televisi. Ayah sempat bertanya teriakan siapa di seberang sana. Aku hanya tertawa dan berkata, "Aku sedang menonton drama, Ayah. Cepat pulang ya, Hanna Oenni datang ke rumah dan masak banyak makanan."
Telepon terputus.
Oh there this couple, still fighting.
"Simpan omong kosongmu itu Min Yoongi. Aku melihat dengan kepalaku sendiri bahwa kau sempat memeluknya. Jadi namanya Taerin?"
"Siapa? Kapan aku memeluk gadis lain?"
Ponselku bergetar lagi, mataku sedikit teralih dari drama nyata di hadapanku. Nama Taehyung tertera di layar ponselku. Segera aku menggeser layar ponselku, mengangkat panggilan darinya.
"Kenapa Tae?"
"Aku lupa password rumahmu. Bisa kau keluar? Disini dingin."
Aku menutup panggilan dan segera berlari ke luar. Drama di belakangku masih berlangsung dan kini di hadapanku ada Taehyung dengan senyum kotaknya.
"Tae? Sepertinya lebih baik kita keluar." Aku berbisik sambil sesekali melirik ke belakang. Suara mereka semakin meninggi. Ya ampun ternyata ini lebih parah. Maafkan aku, Oppa.
"Kakakku di dalam kan? Ada masalah? Aku lapar." Taehyung mengerucutkan bibirnya. Ia memaksa masuk dan aku hanya bisa mengekor di belakang. Tunggu saja sampai aku dapat omelan dari Taehyung karena ulahku.
"Kau membuat mereka bertengkar lagi, Cheonsa?"
Aku menunduk, aku tidak mau menatap mata Taehyung. Terakhir aku membuat kakakku bertengkar karena aku bilang kalau kakakku pulang dengan wangi parfum wanita. Itu tidak sengaja sebenarnya, aku kira itu parfum wanita ternyata itu parfum dari laundry. Lagipula aku kan tidak tahu! Dan kau tahu apa? Taehyung marah padaku.
Aku sudah memejamkan mataku rapat. Aku tidak suka dibentak dan aku harus bersiap-siap dibentak.
Namun bukannya bentakan yang kudapat, Taehyung malah tertawa dan mengacak rambutku pelan.
"Kau ini iri apa bagaimana?" ucapnya seraya terkekeh pelan.
"Jangan menunduk, aku ingin lihat wajah merahmu." Kini tangannya beralih memegang daguku. Mataku bertemu dengan matanya yang teduh. Ia tersenyum konyol di hadapanku. Aku tahu dia sudah siap-siap tertawa. Sial. Kenapa dia harus tertawa dengan mata polosnya itu?
Aku sepeeti kembali terlempar pada empat tahun yang lalu. Ketika hubungan kami masih baik-baik saja meskipun hanya untuk beberapa hari. Ketika aku masih bisa memandang Taehyung sebanyak yang aku mau.
Ternyata ada satu yang tak pernah berubah dalam diriku.
"Kau masih gugup berada di dekatku, Yoo Cheonsa? Apa aku masih boleh berharap dengan reaksimu saat ini?"
Taehyung benar.
"Apa kau masih mencintaiku?"
Iya.
Tapi aku menggeleng.
Dan aku berlari meninggalkannya mematung di depan pintu rumahku. Suara pintu kamar yang kututup lebih besar daripada teriakan kakaknya yang tengah ribut dengan kakakku.
Aku tidak boleh begini. Kalau Taehyung terus menuntut perasaannya, aku hanya semakin melukai diriku dan juga dirinya.
Aku tidak bisa lari dari perjodohan sialan itu. Aku harus menghadapinya. Aku bukan gadis naif dan bodoh lagi yang terus berlari mencari celah untuk kabur dari masalahku. Aku harus menyerah kan? Pemenang yang sesungguhnya yang harus mengalah kan?
Aku mengacaukan semuanya malam ini. Makan malam keluarga tidak akan sehangat seharusnya. Tutup rapat pintu kamarku seperti aku menutup rapat hatiku.
Aku gadis bodoh yang bertaruh cintaku dengan materi. Aku tidak mungkin mengkhianati keluargaku dengan menolak perjodohan ini. Aku harus mengambil semua yang sebelumnya mereka rebut dariku.
"Bisakah kau tunggu aku sebentar, Tae? Aku masih di sini."
Bạn đang đọc truyện trên: TruyenTop.Vip