Truly Madly Deeply

Waktu itu hari rabu, Aku melihatmu tertawa bersama segerombolan temanmu. Tiga orang laki laki, termasuk kamu yang sedang asyik membicarakan pertandingan bola tadi malam.

Aku terus meneliti setiap lekuk wajahmu, kulit putihmu yang seputih susu, wajahmu yang begitu tirus, rahangmu yang tegas, hidung mancungmu yang bertengger kacamata sedikit tebal tetapi tidak menghilangkan kesan tajam pada matamu. Manik hitam itu berkilau begitu indah, kesan dingin yang selalu tercermin dalam dirimu pudar begitu saja dengan pancaran kehangatan matamu saat tertawa. Aku ingat sekali bagaimana matamu yang hanya akan terlihat seperti garis kalau kau tertawa.

Mungkin sudah menjadi rutinitasku memandangimu dari jauh, dan mungkin saja kau sudah mencuri seluruh perhatianku. Semuanya tertumpu padamu, kau bagaikan bulan bagiku. Yang menerangi dalam gelapku.

Entah angin darimana yang membawamu padaku, Kau beridiri di hadapanku tersenyum dengan hangatnya. Mungkin saja kau menyadari akan tatapanku, tapi Aku sekali pun tidak pernah merutuki kejadian itu. Bahkan kalau saja Aku bisa menghentikan waktu, Aku ingin berada pada saat itu selamanya. Sapaan singkat yang kau lontarkan padaku mampu membuat jantungku berdegup tak karuan, senyummu mampu menggoreskan warna merah pada pipiku yang sudah mulai memanas.

Waktu itu, Kau menatapku layaknya Akulah bintangmu, yang menemani bulan untuk menyinari bumi.

Hari berlalu begitu saja, membuatku larut akan indahnya rupa dirimu.

Kau yang selalu tersenyum kearahku dengan hangat membuat hatiku ikut menghangat. Sugesti apa yang kau berikan padaku hingga membuatnya seperti ini? Aku tidak pernah tau.

Dulu, Aku bahkan tidak berani untuk menyapamu, dan sekarang justru kaulah yang tersenyum kearahku. Membuatku tersipu malu dan bertingkah tak karuan. Kadang Aku membalas sapaanmu dengan sangat canggung, padahal kau hanya tersenyum santai. Sebut saja Aku sudah terlalu jatuh pada semua pesonamu.

Kamu, kamu yang dengan kacamata hitam agak tebal itu
Kamu dan sepatu usangmu
Kamu dengan seragam yang jauh dari kata rapi
Kamu dan rambut hitam legammu yang sudah mulai memanjang hingga menutupi dahimu
Kamu dan senyum hangatmu
Kamu dan semua keberisikanmu
Kamu dan semua masalah yang kau perbuat

Kamu dan semua hal tentangmu berhasil memasuki seluruh ruang di otakku, semua bayangan tentang dirimu. Bagaimana aku bisa menghapusnya? Tapi kuharap pilihan hapus itu tidak pernah ada, karena Aku sangat menyukai hal tentangmu.

Hari berganti bulan, dan semua berlalu begitu indah. Penghapus ajaib apa yang telah menghapus jarak antara bumi dan bulan? Dan menggantikan aku sebagai bumimu menjadi bintangmu yang menemanimu untuk menyinari bumi.

Kau datang padaku setiap saat, kau tersenyum padaku setiap waktu, kau dan aku semakin dekat.

Aku jadi teringat, waktu itu pukul dua belas malam. Aku bertanya. "Kalo lo yang hilang gimana ya?"

Aku merutuki diriku yang melontarkan pertanyaan konyol macam itu, Aku hanya takut kau akan marah padaku, Aku takut kau akan berpikiran bahwa Aku ingin kau pergi. Tapi justru kamu malah membalasnya dengan candaan. "Kalo gue yang hilang, nanti lo nangis,"

Dan kau benar, Aku yang salah. Aku salah telah berpikir bahwa itu adalah sebuah candaan. Karena saat ini, ketika kau menghilang, Aku yang menangis. Dan dari sini, Aku masih melihatmu tertawa. Sama seperti dulu, mengagumi senyummu dari jauh, mengagumi dirimu yang apa adanya.

Entah apa yang membuatmu menjauh dariku, atau aku saja yang beranggapan kalau kita pernah dekat? Sepertinya iya.

Mungkin Aku yang berharap terlalu banyak, Aku memanglah bintangmu, tapi hanya satu dari sekian. 

Tapi bisakah kau biarkan Aku tetap menjadi bumi yang mengagumi bulan, bukan bintang yang menemani bulan? Karena Aku terlalu lelah untuk tetap bersinar, Aku lelah menjadi bayang bayangmu.

***

Hai xihunterlu!!
Terimakasih atas requestnya
Mungkin ga sama banget dengan tema yang disampaikan tapi semoga suka sama tulisan ini



Bạn đang đọc truyện trên: TruyenTop.Vip