Chapter 6

Pos Komando Pasukan Vanguard Kerajaan Louria.

4 September 1639.

0700.

Di dalam pos yang penuh dengan gemuruh ketegangan, Jenderal Pandour berdiri memandang peta besar yang menunjukkan posisi pasukan Kerajaan Louria di sekitar Kota Gim. Tangan kanannya, Letnan Jenderal Adem, berdiri di sampingnya dengan ekspresi dingin, sementara perwira lainnya menunduk, tak berani menatap langsung kedua pemimpin mereka.

Letnan Rasek, yang baru kembali dari garis depan, berdiri gemetar di tengah ruangan. Seragamnya berlumuran darah dan debu, tanda kegagalan di bawah komandonya. Adem melangkah maju, suara butut sepatunya memecah kesunyian.

"Jadi, kau ingin memberitahu kami bahwa Vanguard yang dipimpin olehmu, pasukan terbaik yang disiapkan oleh Louria, gagal merebut Kota Gim?!" suara Adem seperti gemuruh guntur. "Pasukan yang terdiri dari ksatria terbaik kerajaan ini, dihancurkan oleh... apa tadi kau sebut? Panah cepat? Ledakan ajaib? Omong kosong apa ini?!"

"T-Tuan Adem, pasukan musuh tidak seperti yang kami bayangkan. Mereka memiliki—" 

"Diam!" Adem menghentak lantai dengan keras. "Kau berani membawa alasan yang begitu mengerikan ke hadapan kami? Kau adalah seorang perwira, Rasek, bukan pendongeng jalanan!"

"Adem," Pandour memotong dengan suara lebih tenang, tetapi tajam seperti bilah pedang. "Berikan dia waktu untuk menjelaskan. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi." 

Adem menggeram rendah tetapi mundur satu langkah, memberi ruang bagi Rasek untuk berbicara. "Teruskan, Rasek. Tapi jangan lupa—setiap kata yang kau ucapkan akan menentukan nasibmu." 

Letnan Rasek mengangguk cepat, mengatur napas. "Tuan Jenderal, pasukan musuh tidak hanya bertahan di balik tembok kota. Mereka menyerang dari jarak yang tidak mungkin kami capai dengan trebuchet atau balista. Panah-panah mereka meluncur dengan kecepatan yang tidak wajar, menghancurkan barisan kami sebelum kami bisa mendekat. Dan—dan mereka memiliki semacam... senjata sihir. Ledakan-ledakan besar menghancurkan trebuchet kami dalam sekejap. Bahkan ksatria berkuda kami terlempar seperti mainan." 

Adem melangkah maju, wajahnya merah padam. "Sihir?! Kau mau bilang petani-petani Qua-Toyne tiba-tiba berubah menjadi penyihir ulung? Jangan bodoh, Rasek! Mereka hanyalah penggembala dan petani! Apa kau terlalu pengecut untuk menghadapi mereka?!"

"Adem," Pandour menahan tangan rekannya, suaranya tetap dingin dan terkendali. "Tenang. Mungkin ada sesuatu yang lebih besar di sini." Dia menatap Rasek dengan tajam. "Apakah kau melihat siapa yang memimpin pertahanan mereka?" 

"Kapten Moizi, Tuan. Dia memimpin pasukan dengan sangat terorganisir. Mereka menggunakan taktik yang tidak pernah kami temui sebelumnya." 

Adem mendengus kasar. "Moizi? Si Kapten Binatang itu?Dan kau ingin aku percaya seorang kapten kecil berhasil menghancurkan Vanguard kita?" 

Kolonel Harvak, yang berdiri di dekat meja peta, akhirnya berbicara. "Tuan Jenderal, mungkin ini bukan semata-mata kekuatan Qua-Toyne. Jika mereka benar-benar memiliki senjata seperti yang dijelaskan Letnan Rasek, ada kemungkinan mereka mendapat bantuan dari pihak luar. Kita tahu Qua-Toyne memiliki hubungan dagang yang kuat. Bisa jadi mereka mendapatkan senjata dari negara tetangga atau—" 

"—atau negara baru itu." Pandour menyelesaikan kalimatnya, matanya menyipit. "Indonesia. Kita tahu mereka mendukung Qua-Toyne beberapa bulan lalu—" 

Adem menyela dengan kasar. "Indonesia? Mengapa mereka repot-repot membantu bangsa lemah seperti Qua-Toyne? Lagipula siapa mereka itu?!" 

Pandour menatap peta dengan intensitas baru. "Negara yang baru muncul di Timur jauh, tempat yang dikenal banyak Monster laut, bajak laut dan cuaca ekstrem. Teori orang-orang Istana mengatakan kalau mereka adalah negara yang terbentuk dari orang-orang di Kepulauan kecil.

Adem tertawa sinis. "Orang-orang rendahan seperti mereka bisa juga membuat senjata seperti itu? Tunggu saja sampai aku berhasil mendapatkan salah satu dari senjata mereka, pasti hanyalah keberuntungan belaka!"

Pandour menatap Adem dengan kesal dan malas. Dia tidak suka sekali dengan sikap arogan dari Adem, namun tidak bisa menyangkal betapa efektifnya dia dalam perang macam ini.

"Bagaimana dengan Wyvern yang kita kirim untuk membantu Armada Penakluk? Sudah sehari mereka tidak memberi kabar? Apa mereka sudah mendarat di Maihark?" Tanya Pandour ke anak buahnya.

Letnan Rasek menggelengkan kepalanya. "Kami belum sama sekali mendengar kabar tentang mereka Tuan Jenderal, namun saya yakin mereka telah mendarat dan tengah mengobrak-abrik garis belakang Qua-Toyne."

"Hahaha, kali ini aku setuju! Wakil Laksamana Sharkun pasti sudah menguasai Maihark dan sengaja tidak memberitahu kita sebagai kejutan! Luar biasa! Baiklah, kita nanti pura-pura terkejut saat dia menyampaikan berita itu, oke?" Pandour tersenyum lebar.

"Baik, pak!"

Adem sendiri menatap peta dalam-dalam, dia menggerakkan beberapa bidak yang menandakan pasukan Louria. Dia lalu menatap Jenderal Pandour.

"Tuan ku, izinkan saya memimpin pasukan besok, saya akan membawa kepala Kapten Moizi untuk anda beserta keluarganya." Adem tersenyum gila.

"Lakukan sesukamu, Adem, aku percaya dengan mu." Balas Pandour Sambil menganggukkan kepalanya.

...
......

Dua hari.

Itu adalah dua hari yang benar-benar neraka dan membosankan. Neraka bagi Louria yang mengepung Kota Gim dan membosankan bagi Qua-Toyne yang bertahan di Kota mereka.

Di hari pertama Pasukan yang dipimpin oleh Letjen Adem langsung mencoba mendobrak paksa pertahanan Kota Gim, namun hujan ledakan atau Artileri serta mortir mematahkan gebrakan tersebut. Pasukan-pasukan yang mencoba kabur dari sana langsung ditembaki oleh senapan mesin dari parit pertahanan dan tembok Kota Gim.

Total korban di pihak Louria :
Mati : 3.500
Terluka : 10.000

Setelah kehilangan lebih dari 13 ribu prajurit, Letjen Adem langsung mengubah taktik dengan cara mencoba mengelilingi Kota Gim. Mereka sukses awalnya, namun ketika ingin merebut Depot MagLev yang terlihat seperti Gudang penyimpanan bagi Louria, mereka langsung dihabisi oleh pasukan Qua-Toyne yang secara sigap datang dengan truk perang mereka yang prajurit-prajurit Louria kira semacam Gajah besi.

Jadi Kota Gim terkepung hanya di bagian depan dan sampingnya, namun bagian belakang masih kuat bertahan, dengan Kapten Moizi yang mengkoordinasikan prajurit-prajurit Qua-Toyne dengan baik dan sering merotasi mereka, agar tetap segar dan efektif dalam pertempuran.

Setiap beberapa Jam di hari pertama setelah pembantaian sepihak oleh Qua-Toyne, Letjen Adem mengirim sekelompok prajurit yang berisi ratusan prajurit kelas bawah yang direkrut dari pertanian untuk mencari titik kelemahan pada pertahanan Kota Gim.

Hasilnya? Ribuan nyawa melayang akibat ledakan yang dihasilkan senjata Qua-Toyne yang diberi julukan "Siulan Kematian", karena setiap sebelum terjadi ledakan, mereka mendengar suara lengkingan sangat keras dari langit.

Hari kedua, Pasukan Louria berhasil sampai ke parit pertahanan pertama Kota Gim dan bertarung menggunakan senjata jarak dekat, membunuh cukup banyak prajurit Qua-Toyne yang tidak sempat lari ke parit pertahanan kedua yang masih kuat.

Kurang lebih Qua-Toyne kehilangan 200 prajurit lebih yang berani dalam penyerangan ini, walaupun mereka menggunakan senjata yang sangat luar biasa, jikalau sudah jarak dekat sudah tidak bisa apa-apa lagi, pasukan Louria juga menggila dalam pertarungan jarak dekat ini seperti merobek-robek prajurit Qua-Toyne yang tidak bisa apa-apa.

Namun, Louria harus kehilangan lebih dari 5.000 prajurit mereka saat akan melintas ke Parit pertahanan pertama, belum lagi hujan artileri dari Kota Gim yang menyapu bersih parit pertahanan pertama dari pasukan Louria yang membanjiri tempat itu. Secara total Louria kehilangan lebih dari 10.000 prajurit pada hari kedua ini.

Alat pengepungan milik Louria seperti Trebuchet dam Catapult akhirnya selesai dirakit dan mulai melempar batu-batu besar yang sesekali disulut api menggunakan minyak kearah Kota Gim. Hal ini menimbulkan lumayan banyak korban jiwa di pihak Qua-Toyne, kurang lebih ada 70 korban jiwa dan ratusan lagi terluka akibat puing-puing yang disebabkan Alat pengepungan milik Louria.

Pertempuran mereda pada sore hari, dengan prajurit Louria yang terakhir mundur dari Parit pertahanan pertama dan tanah tak bertuan yang berjarak sekitar 5 kilometer. Lagi-lagi Louria gagal mendobrak masuk, tapi mereka sukses membunuh cukup banyak prajurit Qua-Toyne di garis pertahanan paling depan mereka, bahkan beberapa senapan M16 milik Qua-Toyne dicuri oleh prajurit Louria.

Letjen Adem, pemimpin pasukan Louria, kini tengah menginspeksi M16 milik Qua-Toyne yang diambil dari mayat pemiliknya oleh prajurit yang menyerang tadi siang. Dia berada di tenda Komando, hanya sekitar 20 kilometer dari Kota Gim.

"Jadi ini senjata rahasia yang membunuh prajurit kita?" Tawa Adem dengan sinis, dia melihat laras dari M16 dan melihat pelatuk.

"Cara kerjanya pun mirip dengan Crossbow atau bahkan senapan magis milik Parpaldia." Komen Adem mencoba menekan pelatuk, namun hanya terdengar suara kecil dari dalam tubuh senjata itu.

"Hah... Tentu saja tidak ada peluru." Gerutu Adem meletakkan senjata itu di mejanya.

Saat Adem akan lanjut memikirkan strategi, tiba-tiba Letnan Rasek masuk dan memberi hormat.

"Pak! Laporan dari pasukan kita yang mengepung Kota Gim dari Utara!" Ucap Letnan Rasek.

"Apa itu? Jangan banyak basa-basi." Balas Adem dengan kesal.

"Mereka melihat sesuatu yang sangat panjang dan besar seperti ular raksasa namun terbuat dari Baja tiba di Gudang yang kita coba serang kemarin. Dari sana ratusan prajurit Qua-Toyne tiba dengan peralatan aneh!" Ucap Letnan Rasek dengan panik.

Adem menaikkan alis matanya, bala bantuan dari Benteng Ejey nampaknya... Namun ular baja raksasa yang mengangkut prajurit dan peralatan Qua-Toyne? Omong kosong apa itu?

"Kau yakin mereka yang melapor tidak mabuk?" Tanya Adem.

"S-Saya sudah pastikan mereka tidak mabuk, pak!" Balas Rasek cepat-cepat.

"Kehehe, ini tidak akan merubah apapun, besok Gim akan jatuh dan kalian aku izinkan melakukan apapun yang kalian suka, beritahu itu pada prajurit yang lain." Adem kembali tersenyum sinis.

Keesokan hari.

7 September 1639.

Kolonel Milla dari TNI Angkatan Darat, pemimpin dari Brigade Mekanis Pertama memperhatikan No Man's Land yang tercipta antara Kota Gim dan perkemahan pasukan Louria. Dia saat Tank duduk di salah satu Tank yang menjadi tulang punggung Unit Kavaleri TNI Angkatan Darat, Tipe-80 "Vajra".

Dengan tinggi empat meter dan panjang 12 meter, Vajra mempunyai semua hal yang dimiliki untuk Doktrin Kavaleri TNI Angkatan Darat, baik itu sebelum Peristiwa Golden Dawn ataupun sesudahnya. Kecepatannya sekitar 90KM/J dan dilengkapi oleh dua laras meriam kaliber 150mm Smoothbore yang menjadi standar AAP sejak awal Perang Dunia Ketiga dahulu.

Kolonel Milla melihat laporan dari Drone yang diterbangkan dari AFB 'Ejey' dengan tatapan serius, musuh memiliki banyak sekali pasukan walaupun sudah banyak mayat menumpuk di No Man's Land. Sang Kolonel veteran Operasi Pembersihan di Kalimantan ini khawatir kalau amunisi yang mereka bawa tidak cukup, untung saja waktu itu dia meminta diperbanyak peluru bertipe Hulu ledak tinggi dan Canister.

"Kolonel! Laporan dari Kapten Moizi! Katanya dia akan merencanakan penyerangan langsung ke posisi Louria setelah mematahkan serangan mereka!" Anak buahnya yang di Tank lain melapor.

Kolonel Milla menaruh teropong tersebut dan menyilangkan tangannya, skenario ini bisa jadi sangat menguntungkan atau kacau sekali. Berapa banyak pasukan Louria seingatnya?

Ah iya, sebelum Invasi kurang lebih ada 400.000 yang dikirim ke Qua-Toyne dan 50.000 ke Quila, menurut intel Qua-Toyne yang menyusup di antara Anggota Kerajaan berkata pertahanan di di dalam negeri Louria ada 50.000 prajurit. Mengingat jumlah tersebut membuat Milla merinding, dia sudah dapat melihat tangannya dilumuri oleh darah banyak prajurit musuh dan tidak dapat dihilangkan.

Dengan nafas bergetar, dia mengangkat tangannya dan menunjuk ke depan, tanda untuk Brigade Mekanis Pertama untuk maju ke Kota Gim. Mereka tidak sendiri tentunya, mereka membawa lebih dari 15.000 prajurit Qua-Toyne yang dibawa terus menerus menggunakan Maglev hasil pertukaran dengan Indonesia.

Jikalau ditotal, pasukan Louria masih ada sekitar 380.000+ dan pasukan gabungan Indonesia dan Qua-Toyne hanya ada sekitar... 30.000 kurang lebih, itu sudah dihitung dengan petugas Logistik masing-masing negara. Jumlah yang sangat sedikit memang, namun mereka punya keunggulan berupa senjata modern yang mematikan.

Kolonel Milla beserta Brigade nya segera merangsek masuk ke No Man's Land. Ratusan kendaraan lapis baja dari Brigade Mekanis Pertama membanjiri tanah kematian itu.

"Semua elemen dari Brigade Mekanis Pertama 'Gundala', buka tembakan." Perintah Milla yang mengokang Senapan mesin Laser yang menggantikan peran senapan mesin M2 Browning yang legendaris.

Sesuai nama mereka, Brigade Mekanis Pertama bergemuruh layaknya petir saat badai. Peluru 150mm, 25mm, 35mm dan kaliber lebih kecil berupa Laser diarahkan ke pasukan Musuh yang masih syok melihat barisan tembok baja yang mengerikan itu.

Dalam hitungan detik, ribuan prajurit musuh langsung merenggang nyawa dan pembantaian baru saja dimulai. Kolonel Milla menyaksikan dengan tatapan yang sulit diartikan, dia melihat salah satu Tank dibawah pimpinannya meledakkan sesuatu yang membuat banyak prajurit Louria terbang, beberapa dari mereka sudah hancur tubuhnya.

"Dimana Wyvern mereka yang tersisa?" Gumam Milla melihat aliran data yang terus masuk ke monitor nya.

"Disini 8-4! Kami mendeteksi tiga puluh unit udara musuh mendekati area operasi!" Lapor Perwira pemimpin dari Batalyon Anti-Udara yang ada di paling belakang barisan Mobile HQ yang diturunkan untuk Perang ini.

Tak berselang lama, Milla melihat cahaya berwarna hijau menyala ke angkasa, melewati awan. Beberapa detik kemudian puluhan Wyvern atau apapun yang menyerupai kadal terbang itu jatuh ke tanah, tubuh mereka robek dan terpanggang dalamnya oleh Laser dari SPH punya Batalyon Anti-Udara.

"Unit udara musuh sudah tidak ada!"

"Dimengerti, mengirim satu Skuadron Jalak." Operator dari Mobile HQ membalas.

Milla terus menatap kearah depan, kedua meriam Vajra yang dia kendarai terus membombardir pasukan Louria yang mundur ketakutan dan tidak teratur, terlihat sekali dengan cara mereka kabur serta bertindak.

Milla menghindari sebuah anak panah yang mengarah padanya, dia dapat melihat proyektil tersebut karena Kacamata pintar yang dia pakai, benar-benar membantu sekali. Milla memegang senapan mesin laser dihadapannya dan mulai memberondong sekelompok prajurit Louria yang membentuk formasi kura-kura, terlihat lucu namun dapat dengan mudah ditembus oleh laser nya.

Enam F-55 Jalak tiba ke medan peperangan dari AFB Ejey, mereka meluncurkan semua roket udara ke darat dan bom Cluster yang mereka bawa, serangan Danger Close ini sudah biasa bagi prajurit TNI AD, tapi tetap saja selalu menakutkan untuk dirasakan.

Selusin V-34 Bangau dari Divisi Lintas Udara Pertama 'Badai Utara' milik Angkatan Udara pun tiba dan mendarat di bukit-bukit yang berada di atas lembah tempat pasukan Louria berkemah. Para Badai Utara ini ditugaskan untuk membunuh atau menangkap personel atau staf penting pads Rantai komando pasukan Louria. Mereka ditemani oleh tiga V-34 Bangau varian Gunship.

Pertempuran sepihak ini terus berlangsung selama setengah jam lebih, pasukan hebat Louria yang berjumlah ratusan ribu hanya tersisa 100.000 orang dan kebanyakan dari mereka telah mundur, kabur, mati atau menyerahkan diri kepada pihak Indonesia dan Qua-Toyne.

Sedangkan untuk Pasukan Lintas Udara yang mendarat di dekat Markas Komando Louria mengalami masalah karena perlawanan keras yang dilakukan prajurit-prajurit Louria yang bisa berkoordinasi dengan baik secara mengejutkan.

"Tembakkan mortar kearah sana!"

"Disini Peleton Zeta, butuh dukungan udara segera!"

"Awas batu-"

"Budi! Sialan! Seseorang bantu dia!"

"Unit tank musuh mendekat!"

"Njir lah, itu kadal atau apa cok?"

DUAAAARRRRR

PSIU PSIU PSIU PSIUx100

Jumlah pasukan Lintas Udara yang diturunkan Indonesia untuk menangkap Komando Louria nampaknya harus tertahan atau sepenuhnya gagal karena perlawanan keras dan tidak terbiasa nya prajurit-prajurit Indonesia dalam bertempur di pertempuran intensitas tinggi.

Namun hal itu tertutupi oleh senjata mereka yang canggih dan beberapa ratus tahun lebih maju dari prajurit-prajurit Lourian, namun tetap saja ada beberapa panah beruntung yang mengenai titik lemah pakaian tempur prajurit Lintas udara.

Mayor Vino yang menjadi pemimpin dari Pasukan Lintas Udara Indonesia nampak tengah berlindung di balik bebatuan, dengan seorang medis tengah memperbaiki wajahnya yang tadi terkena serangan sebuah Mace yang punya banyak duri. Mereka bersembunyi di semak-semak dan menyergap Mayor Vino dan anak buahnya yang memperhatikan tata letak Markas Komando Louria, namun untungnya mereka semua selamat namun terluka.

Seperti Mayor Vino yang saat ini sedang dijahit bibirnya yang robek, dia melihat helm nya yang rusak dan tidak bisa menerima kerusakan akibat serangan Mace dari salah satu prajurit Louria yang menyergap.

"Dhhh... mana... Brrihh... gaade... Mekkk... nisss... Prrtamaaa... Mmmrrkaaa... sseharusnyaa... ssssudahh... nyelllesssaikkaannn... urrsssan... mrrkaaa..." Mayor Vino berbicata dengan kesusahan, sesekali air liurnya keluar akibat mulutnya yang tidak bisa ia gerakkan karena bius.

"Pak, tolong jangan banyak bicara, anda sedang terluka." Bisik si Medis yang berhenti menjahit dan mengeluarkan serpihan besi kecil dari helm full face yang dipakau si Mayor sebelumnya menggunakan capit.

"Mayor! Peleton pimpinan Sersan Dimas dikelilingi oleh musuh saat ini! Mereka meminta bantuan segera!" Operator Radio yang ada di dekat Mayor Vino berkata.

"Kii... rimmm... Pele... tonnn... Xaa... vii... ddan... Uu... ggarte... buatt... banntu... mrka... kkluarr... Perin... tah... knnn... llliinn... nya... mundurr... dddri... ppos... merekka... ddannn... mulaai... bbangun... Ffox... holee... ddi... ddkatt... sinii... Ktta... hharusss... tnggu... Bri... gadee... Mek... nisss... Prtamaa..." Si Mayor memberi perintah dengan susah payah, namun si Medis yang dekat dengan Mayor Vino langsung menerjemahkan maksud dari sang Mayor.

Operator Radio tersebut langsung menjalankan perintah tersebut. Dia mulai menyiarkan perintah dari Mayor Vino.

Prada Mika dan Pratu Joni dari Peleton Zeta mendengar perintah tersebut disiarkan dan memandang satu sama lain. Saat akan bangkit, Letnan dari Peleton Zeta berkata ke Joni.

"Joni! Kau dan Mika berikan kami tembakan perlindungan dengan senapan mesin kalian! Aku akan beri aba-aba kepada kalian untuk ikut mundur nanti!" Perintah si Letnan.

"Baik, Letnan!" Joni kembali ke posisinya berupa tengkurap.

"Kita disuruh menghalau itu?!" Mika menunjuk ke sekelompok prajurit Louria yang menyerbu kearah mereka.

"Sedikit berbicara, lebih banyak menembak!" Perintah Joni.

Mika menekan pelatuk pada senapan mesin laser, MGL-99, kearah kelompok prajurit Louria tersebut yang tembus seperti pisau panas membelah mentega.


Saat situasi makin genting dan memanas, seperti pasukan pimpinan Mayor Vino yang terkepung dari berbagai arah, bala bantuan akhirnya tiba.

Sebuah truk yang biasanya digunakan sebagai truk sampah di Indonesia, tiba dengan persenjataan lengkap seperti senapan mesin berat dengan banyak prajurit Qua-Toyne yang menenteng senapan serbu mereka. Mereka menabrak beberapa prajurit Louria sebelum akhirnya turun dan menembaki prajurit Louria di sekitar.

Tak hanya truk tersebut, ada lima IFV dan Sepuluh APC dari Brigadir Mekanis Pertama yang tiba dan menembakkan meriam-meriam kaliber 35mm dan 25mm mereka kearah posisi pasukan Louria yang mengepung Mayor Vino dan Lintas Udara Pertama.

Pasukan Louria pun yang awalnya sudah terorganisir dengan baik dan semangat karena berhasil mengepung musuh, langsung hancur berantakan setelah kedatangan elemen Vanguard dari Brigade Mekanis Pertama yang tidak sepenuhnya bisa masuk karena pintu masuk lembah yang hanya cukup untuk satu kendaraan masuk.

"Mayor! Vanguard sudah tiba!" Teriak Operator Radio dengan bahagia.

Mayor Vino hanya menyerigai lebar dengan mulutnya yang kelu akibat bius yang masih ada efeknya, dia melihat bagaimana peluru kaliber 25mm dari APC dan 35mm dari IFV merobek-robek formasi musuh, ditambah lagi dukungan tembakan dari prajurit-prajurit Brigade Mekanis yang turun dari kendaraan mereka untuk memastikan prajurit Louria tidak mencoba melakukan penyergapan dengan serangan bunuh diri yang sia-sia.

Setelah setengah jam pertempuran- tidak, pembantaian sepihak yang dilakukan oleh pasukan Indonesia dan Qua-Toyne... Mereka berhasil memukul mundur Louria dan menangkap banyak sekali prajurit mereka, pertempuran untuk menyelamatkan Kota Gim dari kehancuran pun selesai.

Operasi Counteroffensive pun direncanakan.

Total pasukan Louria di Invasi Qua-Toyne :

Korban Jiwa :

Louria :

Mati : 280.000.

Tertangkap : 20.000.

Melarikan diri : 50.000.

30.000 pasukan Louria pergi ke perbatasan Louria-Quila, berharap mendapatkan hasil yang berbeda dan memperingatkan bahaya yang datang.

Untuk Indonesia sendiri mereka kehilangan 4 prajurit Lintas Udara yang berani karena terkena batu dari Catapult, dikeroyok menggunakan pedang dan terkena anak panah yang beruntung serta beracun.

Empat tank Vajra berhasil dilumpuhkan oleh Trebuchet dan Catapult, namun sukses untuk dibawa kembali ke Mobile HQ untuk diperbaiki dan kembali beraksi. Secara keseluruhan, Korban Jiwa atau luka-luka dari pihak Indonesia tidak terlalu signifikan karena teknologi mereka jauh lebih unggul serta memanfaatkan Shock and Awe yang mematahkan semangat prajurit-prajurit Louria yang dikenal bengis di Benua Rodenius.

Mobile HQ sendiri saat ini parkir di dekat Kota Gim dan tengah memperbaiki kendaraan yang rusak, mengobati prajurit-prajurit yang terluka dan merencanakan counteroffensive tepat ke Ibukota Louria, Jin-Hark.

Kapten Moizi menatap dengan kagum Mobile HQ, dia tidak akan pernah lelah melihat Benteng berjalan milik Indonesia yang luar biasa ini. Disampingnya, Letnan Poppy


Salah satu prajurit Indonesia mendatangi Kapten Moizi dan Letnan Poppy. Prajurit tersebut memberi salut ke Moizi.

"Kapten! Anda dipanggil Mayor Joko dan Kolonel Milla untuk membahas sesuatu." Ucap si Prajurit dengan cepat.

"Baik." Kapten Moizi menganggukkan kepalanya dan berjalan bersama ajudannya menuju ke Mobile HQ.

..
....

Adem saat ini bersama ribuan prajurit Louria lainnya yang lari dari Pos Komando. Dia bergetar sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong. Dia melarikan diri setelah melihat pembantaian sepihak yang dilakukan oleh musuh yang tidak sekuat mereka, namun dia salah besar.

Dia melihat bagaimana prajurit-prajurit nya beterbangan dengan tubuh yang hancur akibat ledakan, cahaya kehijauan yang menembus banyak prajurit dengan mudah serta gajah besi yang menyebabkan ledakan melalui belalainya.

Dia tidak pernah berpikir kekuatan semacan itu dapat dipegang oleh bangsa terbelakang seperti Qua-Toyne... Namun beginilah kebenarannya. Bahkan Parpaldia tidak dapat mengimbangi Kehancuran yang dibawakan oleh Qua-Toyne dan sekutu mereka, Indonesia.

Indonesia... Nama itu membuat Adem ketakutan dan teringat akan kengerian yang mereka lakukan kepada prajurit-prajurit nya yang dibuat seperti sampah atau semut yang tidak berguna dihadapan Dewa.

TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: TruyenTop.Vip