Prolog
Neo-Jakarta, Distrik Pulau Jawa, Republik Indonesia.
1 Februari 2450.
0900.
Presiden RI yang saat ini menjabat, seorang Pria berusia 30 tahunan bernama Alfian Sutomo nampak tengah duduk di Kantor nya sambil mengipas-ngipasi dirinya, hari ini benar-benar panas dari hari yang biasanya! Biasanya panas hanya di sekitar 50°C, sekarang berada di 60°C keatas! Kegilaan macam apa ini?!
"Bajingan.... AC nya juga belum diperbaiki lagi." Gerutu Alfian sambil melihat mesin pendingin ruangan yang sudah rusak selama dua minggu ini, beberapa Staf Istana Kepresidenan sudah mencoba untuk memperbaiki, namun nampaknya AC ini telah mencapai usia tua nya.
"Aku benar-benar harus memesan AC baru, huh?" Gumam Alfian yang makin berkeringat.
Saat dia akan menghubungi Sekretaris nya, Tiba-tiba sang Sekretaris langsung masuk. Sekretaris Alfian adalah seorang wanita cantik di usia 40an awal, memiliki rambut hitam bergelombang ke belakang dan memakai pakaian serba tertutup layaknya jubah. Pakaian yang digunakan ini menjadi tren di masyarakat Indonesia karena dapat menangkal panas dan memberi sedikit kesejukan di tengah-tengah Hari yang seperti Neraka ini. Namanya adalah Elena Ficantieri. Seorang wanita blasteran dari Negara yang dulu namanya Italia.
"Pak Presiden! Menteri Pertahanan Andika dan Panglima Besar Andrie menunggu anda di Markas Besar!" Elena berseru sambil mengusap keringat di dahinya.
"Ada apa sampai mereka berdua memanggilku?" Tanya Alfian penasaran.
"Katanya ini darurat dan dapat membahayakan Negeri tercipta kita..."
Alfia melebarkan sedikit matanya, membahayakan Republik yang sudah capek dia bangun ulang?! Alfian langsung berdiri dan membetulkan pakaiannya. "Elena, siapkan kendaraan ku, aku akan ke sana sekarang."
"Sudah saya siapkan, Pak Presiden."
"Bagus... Ayo kita lihat apa yang mereka berdua ingin katakan." Alfian berjalan keluar dengan diikuti Elena dengan patuh dibelakangnya.
Markas Besar TNI, Neo-Jakarta, Distrik Pulau Jawa.
Menteri Pertahanan Andika dan Panglima Besar Andrie nampak gugup sambil menyiapkan laporan yang mereka terima dari Radar cuaca mereka. Mereka berdua nampak lumayan pucat.
Beberapa menit kesunyian antara mereka berdua, Presiden Alfian tiba dengan Sekretaris nya, Elena. Alfia lalu mendatangi mereka berdua.
"Kalian berdua, langsung jelaskan semuanya kepadaku, sekarang." Perintah Alfian.
"Pak... Ada badai yang mendatangi kita." Ucap Andika dengan jujur.
"Badai? Katakan yang jelas, jangan separuh-separuh!" Alfian nampak mulai kesal.
Andrie berdehem. "Kami mendeteksi Badai dengan radiasi dan gelombang elektromagnetik besar mendatangi wilayah kita, kemungkinan badai ini akan memakan seluruh wilayah kita dari Sabang sampai Merauke."
".... Apa rencana kita? Apakah kita bisa membelokkan badai ini?" Tanya Alfian yang sekarang berubah menjadi khawatir.
"Saya takut... Tidak ada yang bida kita lakukan selain menggunakan Nuklir, itupun tidak menjadi jaminan dapat menghalau badai itu... Yang bisa kita lakukan hanyalah bertahan dengan sekuat tenaga." Jawab Andika yang pasrah.
"... Berikan isu kepada seluruh Pemerintahan untuk mengevakuasi warga kita, tidak ada satupun yang tertinggal. Kota bawa tanah Geo-Bandung 1 seharusnya sudah langsung bisa dipakai, kan?" Tanya Alfian lagi.
"Benar pak, Geo-Bandung 1, 2 dan 3 siap menampung populasi kita, bahkan tersambung dengan semua Kota bawah tanah di wilayah Indonesia." Jawab Andika sambil menganggukkan kepalanya.
Alfian mengangguk dengan puas, kerja keras dan investasi besarnya terhadap proyek Geo-Bandung dan kota bawah tanah lainnya tidak sia-sia, sekarang bahkan bisa menyelamatkan rakyatnya!
"Bagus, lakukan sekarang juga! Republik Indonesia akan bertahan hingga ratusan tahun mendatang... Merdeka!"
"Merdeka!"
..
...
.....
Ksatria Wyvern dari Skuadron Wyvern Terbang ke-6 dari Kerajaan Qua-Toyne sedang melakukan tugas patroli di langit biru yang cerah.
Awan hanya terlihat di cakrawala yang jauh, sehingga jarak pandang mereka sangat tinggi, bahkan mereka dapat melihat dengan jelas hingga ke tempat yang jauh.
Di langit itu, seekor makhluk yang sangat gagah mengepakkan sayapnya.
Tubuhnya yang hitam legam dan ekornya yang lancip. Jika ada orang Bumi modern yang melihatnya, mereka mungkin akan menyebutnya sebagai makhluk fantasi, Naga. Namun sedikit terlalu kecil untuk menjadi seekor Naga, makhluk ini adalah Wyvern.
Di atas Wyvern itu, ada seseorang yang mengenakan baju besi ringan.
Baju zirah itu berdesain sederhana, tetapi secara fungsional sangat memukau.
Marl Patima, seorang Ksatria Wyvern Kerajaan Qua-Toyne memanipulasi naga terbang yang disebut Wyvern , dan bertugas berpatroli di wilayah timur Kerajaan.
Bahkan jika dia pergi ke timur laut atau timur dari Kerajaan, tidak ada yang lain selain hamparan laut yang luas, tetapi karena saat ini keadaan ketegangan terus berlanjut dengan Kerajaan Louria, ada dugaan bahwa mereka mungkin melakukan serangan mendadak dari wilayah kosong ini. Sebagai tindakan pencegahan agar mereka dapat mendeteksinya lebih awal, dia dan rekannya terbang ke timur laut Kerajaan untuk tugas patroli.
Laut yang terbentang di bawahnya, adalah laut tempat para petualang yang tak terhitung jumlahnya berlayar ke arah timur untuk mencari tanah baru, namun hingga saat ini, tidak ada yang kembali.
Dia menemukan sesuatu.
"Apa itu?!"
Dia menemukan sesuatu di langit yang seharusnya kosong dari apa pun kecuali dirinya sendiri.
Mungkin partnernya?
Di tempat ini yang jelas berada di luar jangkauan jelajah wyvern manapun yang datang dari Negeri Louria, dia sampai pada kesimpulan kalau itu tidak lain adalah wyvern sekutu. Namun, dia seharusnya satu-satunya yang terbang di wilayah udara ini sekarang.
Meskipun ada kapal induk wyvern yang disebut Wyvern Carrier di Wilayah Peradaban Ketiga, seharusnya tidak ada kapal jenis ini di tanah yang jauh dari Negeri Beradab.
Objek terbang yang kecil seperti biji-bijian, secara bertahap menjadi lebih besar, dan kemudian bisa terlihat sepenuhnya. Saat benda itu semakin dekat, dia bisa memastikan bahwa itu bukan Wyvern sekutu.
"Makhluk itu tidak mengepakkan sayapnya?" Patima nampak terperangah.
Dia dengan cepat menggunakan alat sihir komunikasi, yang juga populer disebut Mana Communicator, dan melaporkan situasinya ke kantor pusat.
"Aku menemukan sebuah benda tak dikenal. Akan terlibat untuk mengidentifikasi. Lokasi saat ini...." Patima lantas memberitahu lokasi dia berada melalui Mana Communicator.
Untungnya, tidak ada perbedaan besar dalam ketinggian mereka. Untuk melakukan lewat dengan benda tak dikenal itu, dia menutup jarak.
"Makhluk itu... Besar sekali!" Patima semakin penasaran, Iapun berpapasan dengan makhluk tak dikenal itu.
Makhluk itu sangat besar dari apa yang dia pikirkan. Benda itu tidak mengepakkan sayapnya, tapi memiliki empat buah benda yang menempel pada sayapnya dan mengeluarkan suara yang sangat melengking dan keras, bau nya juga tidak enak di hidung Patima.
Tubuhnya berwarna putih dan di sana ada Segi Lima berwarna merah putih dilukis, ujung sayapnya memberikan cahaya yang berkedip-kedip.
Dia membuat sayap pasangan tercintanya terbentang dari sisi ke sisi yang kemudian mengepak. Tekanan angin menjadi berat saat dia terbang lebih cepat. Jarak yang sangat jauh ditempuh hanya dalam hitungan detik...... namun dia tidak bisa mengejar objek tersebut.
Kecepatan maksimum seekor wyvern adalah 235 km/jam. Hewan ini dibanggakan sebagai hewan tercepat (meskipun di Wilayah Peradaban Ketiga terdapat jenis yang lebih unggul), lebih cepat dari kuda. Namun, juara tertinggi mobilitas langit ini tidak dapat mengejar objek tersebut.
Dia tidak bisa memahami sama sekali, jenis hewan apa itu.
"Ughh... Makhluk apa itu?!" Patima mengumpat dalam hati.
"Komando? Masuk Komando! Saya berhasil mengidentifikasi objek tak dikenal, kecepatannya terlalu mengerikan! Tidak bisa mengejar! Benda tak dikenal itu bergerak menuju arah Maihark di daratan. Aku ulangi. Benda itu bergerak ke arah Maihark!" Marl Patima membuat laporan.
Ksatria Wyvern Marl Patima pun tertinggal dari makhluk terbang itu.
Pangkalan Skuadron Wyvern Keenam, Kerajaan Qua-Toyne.
Kalmia, operator komunikasi pangkalan, tidak mempercayai telinganya saat mendengar laporan yang datang dari manacom (Mana Communicator).
"Saat ini objek terbang tak dikenal berada di wilayah udara 130 km timur laut dari pangkalan, tidak ada gunanya, tidak bisa dikejar! Objek terbang itu sangat besar dan tidak mengepakkan sayapnya. Kecepatannya jauh melebihi kecepatan kita sendiri!" Suara Patima masuk ke telinga Kalmia.
"Laporkan kebangsaannya." Ucap Kalmia dengan tenang, namun hatinya lumayan degdegan. Namun pekerjaan nya menuntut dia harus tenang.
Kalmia sedang mempertimbangkan kemungkinan serangan dari Kerajaan Louria yang berada dalam keadaan tegang dengan Kerajaan selama beberapa tahun terakhir, jadi dia menanyakan kewarganegaraan benda itu.
"Kebangsaannya tidak diketahui!" Patima membalas.
"Apakah ada kemungkinan itu adalah naga tua atau sesuatu yang lain?" Tanya Kalmia lagi, ada beberapa kali memang Naga Elder yang masuk ke wilayah udara Qua-Toyne, namun jarang sekali dalam satu dekade terakhir ini.
"Itu bukan naga tua dan bukan Wyvern Kerajaan Louria. Aku bahkan tidak mengetahui apakah itu makhluk hidup atau tidak! Minta bantuan segera!" Patima berteriak.
"Roger!" Kalmia segera pergi untuk melaporkan komunikasi tersebut kepada atasannya, Komandan Pangkalan.
"Objek tak dikenal, katamu?" Komandan Pangkalan bertanya pada Kalmia.
"Benar, pak. Kecepatannya sangat melebihi kecepatan kita, selain itu, benda itu tidak mengepakkan sayapnya, ini adalah laporan dari Ksatria Wyvern Marl Patima." Jawab Kalmia dengan kalem.
Komandan Pangkalan tidak memiliki pengetahuan tentang jenis makhluk apa yang melampaui naga. Namun, dia ingat rumor bahwa ada sebuah negara di antara Wilayah Beradab yang menggunakan benda mati yang disebut mesin terbang.
"Tidak mengepakkan sayapnya...... Itu tidak mungkin." Gumam si Komandan Pangkalan.
"Objek tak dikenal itu bergerak ke arah Maihark di daratan. Dari lokasi laporan, benda itu akan segera tiba di daratan." Kalmia memperingatkan.
Tampaknya benda tak dikenal itu sedang menuju ke negara mereka dengan kecepatan yang sangat tinggi. Dia panik dengan keputusan cepat yang mendesak.
"A-Apa yang kau katakan!? Luncurkan semua ksatria yang bersiaga dari Ksatria Wyvern Keenam! Jika itu hanya satu jnir maka ada kemungkinan besar itu adalah pengintai, tapi jika kebetulan kita mendapat serangan, kebanggaan pasukan kita dipertaruhkan!" Komandan Pangkalan yang kebingungan, lantas memberikan perintah ke seluruh markas yang kemudian menjadi berisik seperti sarang lebah.
Objek tak dikenal yang tidak bisa dikejar bahkan oleh Wyvern dan sedang menuju ke Maihark, sebuah kota yang merupakan pusat ekonomi Kerajaan Qua-Toyne. Dari kecepatan benda itu, mungkin benda itu sudah memasuki wilayah udara negara itu.
Ada perintah dengan sihir komunikasi di seluruh area markas Skuadron Wyvern Keenam.
"Semua Ksatria dari Skuadron Naga Terbang Keenam, bergegaslah! Sebuah benda tak dikenal diyakini mendekati Maihark dan mengganggu wilayah udara teritorial kita. Segera setelah bertemu, langsung tembak jatuh! Kuulangi, segera setelah bertemu, langsung tembak jatuh!" Si Komandan Pangkalan memberi perintah.
Di landasan pacu, Ksatria Wyvern dari Skuadron Wyvern Terbang Keenam dan wyvern mereka membubung tinggi ke angkasa secara bergantian. Jumlahnya 12 Ksatria, itu adalah serangan dengan kekuatan penuh mereka. Mereka membumbung tinggi ke arah langit yang cerah.
Skuadron Wyvern Keenam beruntung bisa menghadapi objek tak dikenal dari depan. Objek tak dikenal yang tadinya hanya sebuah titik di langit, dengan cepat menjadi lebih besar di depan mata mereka.
"Objek yang sangat mengherankan..."
"Apa-apaan ini!?"
"Seekor monster?"
Masing-masing anggota skuadron menggumamkan kesan mereka.
Objek tak dikenal itu dengan cepat menutup jarak. Kecepatannya, bahkan setelah mempertimbangkan kecepatan relatif mereka sendiri, sangat cepat. Objek itu seperti dalam laporan, bisa terbang dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Kapten Skuadron Wyvern Terbang Keenam memerintahkan setiap anggota skuadron menggunakan Manacom.
"Tembakkan serangan bola api yang terkonsentrasi. Ada laporan bahwa lawan kita memiliki kecepatan yang jauh melebihi kecepatan kita. Jadi tidak ada kesempatan lain selain saat melewati kita. Saudara-saudara, mari kita tunjukkan hasil latihan harian kita!"
Kapten memotong manacom dan bergumam dengan heran. "Benda apa itu sebenarnya?"
12 Wyvern berbaris berdampingan dan membuka mulutnya. Itu untuk melakukan serangan dari bola api terkonsentrasi. Tidak ada naga terbang yang tidak akan jatuh jika terkena serangan ini.
Di dalam mulut wyvern, bola api secara bertahap terbentuk.
Mungkin ia telah menyadari apa yang mereka hendak lakukan, objek tak dikenal itu mulai memanjat. Wyvern itu sudah terbang pada ketinggian tertinggi mereka, yaitu 4000 meter, jadi ini di luar dugaan mereka. Objek itu terus meningkatkan ketinggiannya dengan kekuatan pendakian yang tidak masuk akal. Jangkauan tembakan Skuadron Naga Terbang ke-6 tidak dapat mencapai objek tak dikenal itu sehingga mereka melepaskan diri.
Di Sisi VTOL "V-34 Bangau" Punya Divisi Lintas Udara ke-1 "Badai Utara".
"Bung... Kau lihat apa yang aku lihat tadi, kan?" Si Pilot bertanya kepada Ko-Pilot nya.
"Mhm... Ladang bertani..." Si Ko-Pilot nampaknya masih membayangkan enaknya hidup di dataran baru ini.
"Woi dungu, maksudku yang naga tadi yang hampir memanggang kita!" Si Pilot berkata dengan kesal.
"Oh! Uh, ya maaf... Aku tidak pernah lahan sesubur ini dengan kedua bola mata ku, ini sama seperti yang Kakek buyut ku sering ceritakan!" Si Ko-Pilot berkata dengan semangat..
Si Pilot memutar bola matanya, namun dia setuju dengan temannya itu... Lahan yang subur untuk bertani sama dengan makanan yang banyak nan melimpah... Pemerintah harus mengetahui ini!
V-34 Bangau dari Divisi Linas Udara Ke-1 itupun kembali pulang untuk memberikan informasi ini.
Beberapa hari kemudian.
Rakyat Indonesia yang beberapa hari yang lalu secara tiba-tiba mendapati diri mereka muncul di Dunia lain yang jauh berbeda dari dunia lama mereka. Dunia ini mempunyai lautan yang bersih dan terbentang sangat luas, udara yang bersih dan menyegarkan dan yang paling penting adalah, semua wilayah Indonesia masih tetap ada dan ikut terpindah juga.
"Ini benar-benar membingungkan." Presiden Alfian duduk di Kantor nya sambil melihat keluar jendela. Dari sana ia bisa melihat ratusan rakyatnya tengah bergembira di luar rumah atau tempat tinggal mereka, ini pertama kalinya mereka merasakan suhu dibawah 40°C.
"Pak Presiden, laporan masuk dari Panglima Andrie, dia mengatakan kalau pengintai yang dikirim berhasil menemukan dataran dengan lahan sangat subur sepanjang mata memandang... Melebihi kesuburan Konfederasi Harmonia di Eropa." Elena memberi laporan sambil menahan rasa semangat dan terharu.
Alfian melotot mendengar hal tersebut. Tanah yang subuh sepanjang mata memandang dan lebih subur dari tanah punya Konfederasi Harmonia?
"Jadi benar kita dipindahkan ke dunia lain... Apakah ada orang yang tinggal di dataran itu?" Tanya Alfian ke Sekretaris nya.
"Menurut laporan, mereka menemukan Manusia yang bertani... Benar pak, ada Manusia juga di dunia ini dan juga makhluk terbang raksasa yang tidak diketahui jenisnya, bisa menembakkan semacam bola api dari mulutya? Itu menurut para Pilot kita, pak." Jawab Elena melihat Tablet nya.
"Hmm... Apa kita harus menghubungi mereka untuk menghindari kesalahpahaman?" Alfian berpikir sambil bersenandung kecil.
"Menurut saya, itu keputusan yang tepat, Pak Presiden. Membuat kesan yang baik untuk Negara kita bisa menambah kemampuan berdiplomasi dengan mereka dikemudian hari." Elena berkata.
"Benar yang kau bilang itu Elena, baiklah panggilkan aku Hudson dari NordRimm cabang Indonesia, aku ingin dia melakukan kontak dengan 'Negara' asing ini." Kata Alfian dengan serius.
"Baik pak... Tapi bagaimana dengan transportasi?" Tanya Elena kebingungan, sekarang mereka tidak bisa lagi mengandalkan kereta dasar laut kerena sudah ada air.
Alfian tersenyum tipis. "Tenang saja, makanya itu aku memberikan perintah untuk membentuk kembali Angkatan Laut dan mengeluarkan sisa-sisa kapal Perang dari masa lalu.'
Elena melebarkan matanya, sedikit lupa akan perintah yang Alfian keluarkan dua hari yang lalu. Perintah itu menyuruh mengumpulkan kembali anggota-anggota Angkatan Laut lama yang masih hidup untuk melatih generasi muda Angkatan Laut yang di rekrut dari Angkatan Darat dan Angkatan Udara.
Untuk masalah kapal perang sendiri, Pemerintah dulu sempat menyimpan dua Armada Kapal perang yang bertugas untuk AAP di daratan, gudang penyimpanan kapal perang di Surabaya. Kurang lebih jumlahnya ada 40 kapal perang. 4 Kapal Induk Super bertenaga Nuklir, 24 unit Kapal Penghancur, 2 Unit kapal Landing Dock dan 10 unit Kapal Selam Serbu, tiga dari kapal selam ini membawa persenjataan Nuklir.
Sebenarnya masih banyak lagi, ratusan malahan, tapi telah membusuk di Kepulauan Solomon yang merupakan tempat pemakaman kapal-kapal perang TNI AL di masa lampau, mungkin ada beberapa kapal yang masih bisa diperbaiki, namun fokus pemerintah sekarang ada pada pertemuan dengan Negara dari dunia lain ini.
"Baik, saya akan menghubungi Tuan Hudson... Pak, maaf jika terdengar tidak sopan... Tapi apakah bijak menyuruh orang yang tidak memiliki kesetiaan pada satu negara untuk mewakili kita?" Elena nampak menunjukkan keraguannya.
Alfian menatap Elena. "Seharusnya tidak apa-apa, begitulah pekerjaan Courier, mereka bergerak mengikuti arah mata angin. Namun mereka sekarang tidak punya tujuan yang jelas lagi, kita bisa menawarkan menjadi Warga Negara indonesia."
"Iya sih... Baiklah pak, saya percaya pada anda." Elena tersenyum ke Alfian.
"Terimakasih sudah percaya pada ku."
Pads tanggal 10 Februari, pekerja-pekerja di Surabaya masih sibuk memastikan kapal-kapal perang Indonesia dapat beroperasi dengan baik di Lautan setelah ratusan tahun tidak menyentuh laut. Ratusan personel Angkatan Laut yang baru dibuat lagi pun juga terus berlatih dan belajar dengan giat agar dapat mengoperasikan setiap kapal dengan baik.
Beberapa Skuadron pesawat tempur Angkatan Udara juga dipindahkan ke satu Kapal Induk yang dinyatakan siap meluncur dalam waktu dekat. Kapal Induk Super itu bernama KRI Kutai (CVN-165).
Kapal Induk Super ini telah berdinas di Indonesia selama puluhan tahun sebelum Golden Dawn, diluncurkan pada tahun 2050an. Dia mengikuti beberapa pertempuran dan perang besar yang ada di Bumi pada masa lampau, Perang Dunia Ketiga dan Perang Perbatasan adalah contohnya.
Sekarang KRI Kutai bersiap-siap berlayar dengan dua Kapal Penghancur sebagai pengawalnya. Tidak perlu terlalu berlebihan, mengingat laporan dari salah satu pilot mengatakan, tingkat teknologi sama dengan yang ada di Abad Pertengahan. Sedangkan KRI Kutai sendiri mampu membawa 180 unit udara, baik itu pesawat tempur dan VTOL.
Tidak hanya membawa pesawat tempur dan VTOL, KRI Kutai dilengkapi dengan empat kubah meriam Elektromagnetik kaliber 235mm dengan setiap kubah ada dua meriam. Tentu tidak lengkap tanpa ada pertahanan udara seperti beberapa Pod misil yang bermanuver tinggi dan beberapa senjata pertahanan Laser.... Walau yang dapat aktif hanya setengah dan sisanya harus digantikan dengan prajurit membawa MANPADS yang dipinjam dari Marinir.
Kapal Penghancur mereka tidak kalah sangar, panjangnya 200 meter dengan lebar 30 meter. Persenjataan yang dia bawa merupakan dua meriam plasma kaliber 155mm di haluan dan setidaknya 96 VLS aktif dengan misil-misil yang disesuaikan secara kebutuhan. Kapal penghancur yang dikerahkan bernama KRI Agus Salim dan KRI Pangeran Diponegoro.
Pemimpin Gugus Ekspedisi ini adalah Komandan Laut Anto Praksara, dia juga merupakan salah satu Anggota Angkatan Laut yang masih hidup dan diminta oleh Pemerintah untuk kembali bertugas, tentu dengan tubuhnya yang makin menua ini dia sempat ingin menolak, namun ketika dipikir-pikir, dia ingin sekali berlayar di lautan luas, duli dia tidak sempat karena air laut yang mengering dan Kapal Induk Terbang milik Indonesia yang terakhir harus hancur karena serangan bandit yang memiliki kekuatan setara Negara.
"Komandan Anto, persiapan sudah hampir beres, kita dapat berangkat dalam tiga hari." Tangan kanan dari Anto, Kapten Sandy, berkata sambil melihat jam tangan digitalnya.
"Tiga hari... Uhuk... Ya, itu bagus. Bagaimana pelatihan kru?" Tanya Anto.
"Sejauh ini bagus, pak, mereka bisa menyesuaikan diri dengan kapal namun... Kita hanya sanggup memenuhi posisi-posisi krusial, jadi sekarang Kutai memiliki setengah dari Kru yang seharusnya." Kata Sandy dengan suram.
Anto memegang bahu Sandy. "Tidak apa-apa nak, dapat melakukan ini semua saja sudah seperti keajaiban dari Tuhan... Lanjutkan."
"Siap, pak!"
Selain persiapan untuk ekspedisi ke Daratan, Pemerintah Indonesia juga memberi perintah ke seluruh Wilayah Indonesia untuk mempersiapkan pertahanan di setiap pelabuhan atau kota-kota pesisir. Menurut Radar jarak jauh yang berhasil aktif setelah di utak-atik, ada beberapa Objek yang berlayar mendekati perairan Indonesia, tidak diketahui apakah mereka bersahabat atau tidak, TNI AL yang baru dibentuk juga tidak punya personel yang cukup apalagi perlengkapan, jadinya Pemerintah meminta setiap wilayah untuk waspada dan membalas serangan kalau diserang terlebih dahulu.
Perjalanan menuju harapan pun akan dimulai. Semua harapan rakyat Indonesia yang sangat tinggi mendengar rumor dan desas-desus mengenai Lahan subur menyertai pasukan Ekspedisi..
Fortis Fortuna Adiuvat.
Extra part :
Para warga pesisir di Republik Indonesia, yang selama lebih dari seratus tahun hidup tanpa lautan, tak pernah membayangkan hari ini akan datang. Mereka adalah generasi yang lahir dan besar dalam dunia kering, dunia tanpa samudera yang luas membentang di cakrawala. Bagi mereka, lautan hanyalah legenda, dongeng dari masa lalu yang diceritakan dengan nada pilu oleh para orang tua mereka yang dulu pernah melihatnya. Tapi, pada pagi itu, sesuatu yang luar biasa terjadi.
Langit cerah berwarna lembayung. Ketika matahari perlahan terbit, orang-orang mendengar suara samar—riak-riak kecil, bunyi yang aneh namun mendalam. Mulanya, mereka mengira itu hanya ilusi, permainan angin atau gema dari tanah. Tapi, ketika mereka berjalan ke arah pantai yang selama ini kering kerontang, mereka melihat sesuatu yang tidak mungkin mereka bayangkan. Di sana, membentang di hadapan mereka, adalah lautan biru, perlahan mengisi cekungan pantai yang dulu hanya berupa pasir tandus. Air asin yang jernih mengalir dengan anggun, mendekati kaki mereka yang terdiam, bingung, dan kagum.
Para penduduk berkumpul, saling berbisik, bertanya-tanya apakah ini adalah keajaiban atau bencana. Banyak dari mereka menahan napas saat menyaksikan riak-riak air semakin mendekat, membentuk gelombang kecil yang dengan lembut memeluk pasir yang selama ini sunyi. Seorang anak kecil, yang belum pernah melihat air sebanyak ini seumur hidupnya, berlari mendekat dan menjerit kaget ketika kakinya tersentuh oleh air. Suaranya disusul oleh jerit kegembiraan anak-anak lain yang mulai berlari-lari, menginjak pasir yang kini terasa lembap dan dingin.
Salah satu dari mereka, seorang anak laki-laki, berjongkok dan mencelupkan tangannya, mengangkat setetes air laut di telapak tangannya yang mungil. Dengan penasaran, ia menjilat air itu, hanya untuk segera meringis dan meludah. “Rasanya aneh! Kok asin, ya?” teriaknya, wajahnya penuh kebingungan. Anak-anak lainnya menatap heran, bertanya-tanya kenapa air ini berbeda dari air yang biasa mereka minum.
Seorang pria muda ikut membungkuk, mencelupkan jarinya dan mencicipi. Alisnya mengerut, dan ia bergumam kepada yang lain, "Memangnya laut itu memang begini? Asin?" Ibu-ibu yang berdiri di belakang mereka saling pandang, tak ada yang tahu jawabannya dengan pasti. Bagi mereka, lautan adalah sesuatu dari cerita lama, dari legenda yang mereka dengar dari nenek buyut mereka. Di dalam kisah itu, ada cerita tentang "asam garam laut" dan "ikan yang hidup di air asin," tetapi bagi mereka, semua itu hanya imajinasi—sesuatu yang sulit dipercaya benar-benar ada.
Seorang lelaki tua, yang rambutnya sudah memutih dan kulitnya dipenuhi keriput, akhirnya maju mendekat. Dengan hati-hati, ia mencelupkan tangannya ke dalam air, memejamkan mata sejenak seakan ingin meresapi kenangan yang jauh. “Dulu... dulu air laut memang begini,” katanya dengan suara gemetar, "Asin, seakan-akan ada seluruh garam bumi di dalamnya."
Orang-orang yang lebih muda menatap lelaki tua itu dengan penasaran. Mereka belum pernah mendengar langsung seseorang menggambarkan air laut seperti ini. "Apa gunanya air asin, Pak?" tanya seorang pemuda.
“Air laut bukan untuk diminum,” jawab lelaki tua itu sambil tersenyum samar, “Laut memberi kita ikan, memberi kita kehidupan, meskipun airnya asin.” Ia berhenti, menatap ke arah cakrawala yang kini kembali biru dan dipenuhi ombak kecil. “Dulu nenek moyang kita berlayar di laut ini, mencari nafkah, mengarungi samudera yang luas. Asin atau tidak, laut adalah rumah kita yang hilang. Tapi sekarang... mungkin ia kembali.”
Anak-anak kembali berlari di tepi air, tertawa dan berteriak-teriak sambil mencoba menangkap ikan-ikan kecil yang mulai muncul di permukaan. Seorang gadis kecil berteriak, “Lihat, ikan! Banyak sekali!” Orang dewasa, terutama mereka yang hanya pernah mendengar tentang ikan dari cerita-cerita lama, menatap dengan kagum dan sedikit rasa canggung. Bagi mereka, ikan-ikan itu hanyalah gambar dalam buku sejarah, makhluk yang tak pernah mereka kira akan mereka lihat dalam hidup mereka.
Seorang ibu muda menggendong anaknya yang masih balita, memperlihatkan lautan yang kembali muncul. “Ini laut,” katanya dengan lembut pada si kecil yang menatapnya dengan mata bulat penuh rasa ingin tahu. “Inilah air asin yang pernah menjadi bagian dari kita, bagian dari tanah ini.”
Orang-orang tua, mereka yang telah hidup cukup lama untuk mendengar kisah-kisah tentang lautan dari kakek-nenek mereka, berdiri di tepi air dengan pandangan kosong yang penuh emosi. Bagi mereka, lautan bukanlah pemandangan asing, melainkan rumah lama yang kini kembali. Seorang lelaki tua berlutut di pinggir pantai, jari-jarinya menggenggam pasir basah dengan erat seakan-akan tak ingin melepasnya. Ia terisak dalam kebisuan, air mata mengalir di wajahnya yang keriput. "Ini nyata... ini sungguhan..." katanya bergetar, suaranya patah oleh emosi.
Para penduduk yang lebih muda, mereka yang hanya mendengar cerita-cerita dari masa lalu, terlihat terpana. Mereka tak sepenuhnya mengerti, tak mampu membayangkan apa yang lautan berarti bagi leluhur mereka. Mereka tak pernah tahu debur ombak yang menggulung, aroma garam yang khas, atau angin laut yang menerpa wajah dengan kelembutan asin. Mereka berdiri, kebingungan tapi juga penasaran, menyaksikan fenomena yang bagi mereka terasa seperti dongeng yang menjadi nyata.
Saat air semakin mendekat, ikan-ikan mulai tampak di permukaan. Mereka berenang berkelompok, dengan lincah mengitari kaki orang-orang yang berdiri di sana. Anak-anak berteriak kagum, mencoba meraih ikan-ikan yang belum pernah mereka lihat secara langsung. Tawa dan sorak-sorai mereka menggema di udara pagi, memenuhi pantai yang tadinya sunyi. Seorang ibu muda menggendong anaknya yang masih bayi, dan membiarkan si kecil menyentuh air. "Lihatlah," katanya lembut, "ini laut yang pernah kita miliki. Ini hidup yang hilang, sekarang kembali untuk kita."
Seorang tua yang lain berdiri sambil menatap horizon, suaranya serak ketika ia mulai berbicara kepada orang-orang di sekelilingnya. "Dulu, lautan inilah yang menafkahi nenek moyang kita," katanya, matanya berkaca-kaca. "Di sinilah mereka mencari ikan, berlayar, dan membangun kehidupan. Di sinilah cerita-cerita kita dimulai, di tepian laut ini." Ia berhenti sejenak, menyeka air mata yang menetes di pipinya. "Kita telah kehilangan itu semua… dan sekarang, setelah seratus tahun, laut kembali."
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: TruyenTop.Vip